Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Studium Generale Pascasarjana IAIN Ponorogo Semester Genap 2019/2020

Studium Generale: Transformasi Islam Moderat di Indonesia

Pascasarjana IAIN Po. – Pascasarjana IAIN Ponorogo (6/3/2020) menyelenggarakan Studium Generale bertajuk “Peran Mahasiswa Pascasarjana PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) dalam Mentransformasi Islam Moderat di Indonesia”. Topik ini dipilih karena moderasi beragama menjadi isu nasional yang penting di tengah munculnya pola keberagamaan yang ekstrim baik ekstrim kanan (ultra konservatif) atau kiri (liberal). Pola keberagamaan ekstrim terbukti mengancam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kasus-kasus intoleransi keberagamaan menguat memancing konflik horizontal. Isu agama menjadi sangat potensial dipermainkan untuk kepentingan-kepentingan politik yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Dr. Aksin, Direktur Pascasarjana IAIN Ponorogo, menyampaikan dalam sambutannya bahwa persoalan ideologisasi agama semakin runyam dengan fenomena “matinya kepakaran” akibat perkembangan teknologi informasi. Akibatnya, pasar wacana keagamaan banyak dimasuki oleh orang yang sesungguhnya tidak mempunyai kompetensi pengetahuan keagamaan.

Studium Generale menghadirkan narasumber Dr. Abd. Moqsith Ghazali (Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan moderator Dr. Abid Rohmanu (Dosen Pascasarjana IAIN Ponorogo). Pada kesempatan tersebut Dr. Moqsith banyak menjelaskan “apa”, “mengapa” Islam moderat dan “bagaimana” mentransformasi Islam moderat di Indonesia. Islam moderat dalam penjelasan sederhana Dr. Moqsith adalah “Islam” yang bukan “ini” dan bukan “itu”, sekaligus “Islam” yang tidak hanya “ini” tetapi juga “itu”. Yang dimaksud Dr. Moqsith dengan ilustrasi tersebut, Islam bergerak secara dinamis antara kontinum wahyu dan akal, teks dan konteks. Islam moderat dengan karakter demikian adalah bagian dari strategi kebudayaan untuk merawat keindonesiaan yang majemuk dan multikultur.

Menurut Dr. Moqsith, ada “batu uji” untuk melihat apakah seseorang moderat atau tidak. Batu uji tersebut paling tidak ada tiga: (1) Bagaimana pandangan mereka tentang negara bangsa dan Pancasila? Apakah negara bangsa ini syar’i atau thoghut? Bagaimana pandangan mereka tentang Pancasila, Piagam Jakarta dan khilafah Islamiyah?; (2) Bagaimana pandangan mereka tentang perempuan? Apakah perempuan itu hamba Allah kedua setelah laki-laki? Apakah perempuan bisa setara dengan laki-laki; (3) Bagaimana pandangan mereka tentang umat agama lain? Apakah non-muslim Islam itu kafir harbi yang harus diperangi, kafir dzimmi yang harus dilindungi atau warga negara yang setara dengan warga negara lain. Dr. Moqsith menjelaskan secara meyakinkan ketiga hal tersebut dengan merujuk pada kitab-kitab klasik (turath). Hal ini tidak terlepas dari background dan kapasitas Dr. Moqsith, antara lain sebagai Perumus Bahsul Masa’il PBNU.

Peran Mahasiswa Pascasarjana

Dalam buku yang bertajuk Moderasi Beragama yang diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI disebutkan bahwa penguatan moderasi beragama dilakukan dengan tiga strategi. Pertama, sosialisasi dan diseminasi gagasan dan pengetahuan tentang moderasi agama ke berbagai lapisan masyarakat. Kedua, pelembagaan moderasi beragama dalam berbagai program, kegiatan, dan kebijakan. Ketiga, integrasi moderasi beragama dalam RPJMN 2020-2024. Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) sebagai lembaga struktural di bawah Kementerian Agama mempunyai tanggung jawab dalam melakukan penguatan moderasi beragama (Islam). Tanggung jawab tersebut dituntut semakin kuat pada level pendidikan magister (Pascasarjana). Hal ini karena Program Magister adalah program pendidikan tingkat lanjut yang salah satu tujuannya menciptakan insan-insan yang memiliki kapabilitas melakukan problem solving di bidangnya melalui kegiatan riset dan kegiatan profesional lain di masyarakat.

Jalur moderasi beragama tidak lagi lewat kanal kultural semata tetapi juga struktural. Kedua kanal ini harus dimanfaatkan oleh mahasiswa Pascasarjana. Mahasiswa Pascasarjana adalah mereka kelompok terpelajar yang sedang tafaqquh fi al-din (tha’ifatun liyatafaqquhu fi al-din wa liyundziru qaumahum idza raja’u ilaihim). Mereka memiliki spesialisasi keilmuan Islam seperti fikih, ushul fikih, tafsir, ushul al-tafsir, hadits, dan bahkan keilmuan umum (semisal Sosiologi, Filsafat, dan lainnya). Dengan mendalami berbagai jenis keilmuan ini secara teoritik mereka tidak mungkin ekstrim, tetapi bisa menularkankan Islam moderat ke yang lain dengan perangkat keilmuan-keilmuan tersebut. Mahasiswa Pascasarjana adalah mereka kelas menengah yang tersebar ke dalam berbagai jenis profesi atau pekerjaan: Dosen/Guru, Hakim/Advokat, Politisi/Anggota Legislatif, Pejabat/Pembuat dan pelaksana kebijakan, Aktivis ormas Islam (NU, Muhammadiyah, ….), Ustadz/muballigh/pengasuh pesantren. Mereka siap menularkan nilai-nilai moderasi keberagamaan sesuai dengan profesi dan pekerjaan dan lingkungan masing-masing. (AR)

 

Berita Terkait